Laman

Selasa, 18 November 2014

Penanggulangan Limbah Ternak Sapi


        Masalah Kotoran Sapi
Umumnya tujuan para peternak dalam beternak sapi adalah untuk mendapatkan daging sapi melalui proses pertambahan berat badan sapi. Selain menghasilkan daging, dalam beternak sapi juga dihasilkan produk lain seperti  kulit, tulang, darah, urin dan kotoran atau limbah sapi.
Dari berbagai produk beternak sapi tersebut, salah satu yang menjadi masalah, sehingga bisa merepotkan pemilik ternak adalah kotoran sapi. Betapa tidak. Untuk seekor sapi betina bisa menghasilkan kotoran antara 8 sampai 10 kilogram/harinya. Jika sapi yang diperlihara jumlahnya banyak dan cara pemeliharaannya dibiarkan berkeliaran di berbagai tempat,  tanpa pengkandangan dan pemeliharaan yang baik, dapat dipastikan kotoran sapi akan berceceran dimana-mana. Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena selain mengganggu dan mengotori lingkungan, juga sangat berpotensi untuk  menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya.

Limbah ternak sapi ada 2 jenis yaitu limbah cair dan limbah padat
1. Limbah cair
    limba cair adalah limbah yang berbentuk cair contohnya yaitu, veses dan urine ( sluri )
2. limbah padat
     limbah padat adalah limbah yang berbentuk padat contohnya rumput, dan batang  jaggung.
Cara penanggulangan limbah
1. Limbah cair
A. Pembuatan Biogas
Cara membuat Biogas agar hasilnya sempurna maka kondisi bahan utama/kotoran sapi di usahakan dalam keadaan Anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas. Gas yang terkandung sebagian besar  berupa gas metan (memiliki sifat mudah terbakar) dan CO2  (karbon dioksida), gas inilah yang disebut biogas.
        Proses fermentasi untuk pembentukan biogas maksimal pada suhu 30o - 55oC. Pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan (CH4) seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:

Berikut adalah komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian

No
Jenis Gas
Kotoran Sapi
Biogas Campuran kotoran
dan sisa pertanian
1
 Metan (CH4)
65,7
54-70
2
 CO2
27
45-57
3
 Nitrogen
2,3
0,5-3,0
4
 CO
0
0,1
5
 O2
0,1
6,0
6
 Propena (C3H8)
0,7
-
7
 Hidrogen Sulfida  H2S
-
Sedikit
8
 Nilai kalor (kkal/m2)
6513
4800-6700



Alat dan Bahan yang digunakan
  1. Bak Penampungan sementara
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m berguna sebagai tempat mengencerkan kotoran sapi.
b.     Digester
      Digester berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding (pengisian bahan organiknya dilakukan secara berlanjut setiap hari).  Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa.

  1. Plastik Penampungan Gas
Terbuat dari bahan plastik tebal berbentuk tabung yang berguna untuk menampung gas metan yang dihasilkan dari digester. Gas metan kemudian disalurkan ke kompor gas. Kompor GasBerfungsi sebagai alat untuk membakar gas metan untuk menghasilkan api. Api inilah yang digunakan untuk memasak.

Tahapan Pembuatan Biogas Kotoran Sapi:

  1. Kotoran sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Pada saat pengadukan sampah di buang dari bak penampungan. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk lumpur dari kotoran sapi.
  2. Lumpur dari bak penampungan sementara kemudian di alirkan ke digester. Pada pengisian pertama digester harus di isi sampai  penuh.
  3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
  4. Gas metan sudah mulai di hasilkan pada hari 10 sedangkan pada hari ke -1 sampai ke - 8 gas yang terbentuk adalah CO2.
  5. Pada hari ke -14. Gas yang terbentuk barulah bisa digunakan  untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Santai saja biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi.
  6. Digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.
  7. Kompos yang keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos. 

B . Pembuatan Pupuk Kompos
Pengolahan kotoran sapi menjadi kompos bisa dilakukan oleh peternak dimanapun berada, karena caranya sederhana, mudah diikuti dan bahannya tersedia disekitar peternak sendiri.
Langkah awal yang dilakukan dalam pengolahan kotoran sapi menjadi kompos adalah, menyiapkan dan mengumpulkan bahan yang diperlukan, yaitu :
1.       Kotoran sapi minimal 40%, dan akan lebih baik jika bercampur dengan urin.
2.       Kotoran ayam maksimum 25% (jika ada).
3.       Serbuk dari kayu sabut kelapa 5% atau limbah organik lainnya seperti jerami dan sampah rumah tangga
4.       Abu dapur 10%
5.       Kapur pertanian
6.       Stardec 0,25%.
Mengingat Stardec merupakan stimulan untuk pertumbuhan mikroba (Stardec dapat pula merupakan agregat bakteri atau cendawan dorman) maka billa stardec tidak tersedia dapat diganti dengan kompos yang sudah jadi, karena di dalam kompos juga tersedia agregat bakteri atau cendawan pengurai bahan organic yang sedang dorman.

Setelah semua bahan terkumpul, ikuti proses pengolahan kompos sbb :
1.       Sehari sebelum komposing dimulai (H-1), campurkan bahan utama (kotoran sapi, kotoran ayam jika ada, sabut kelapa/serbuk gergaji, abu dapur dan  kapur pertanian) secara merata, atau ditumpuk mengikuti lapisan :
a)       Kotoran ayam ditempatkan paling bawah (jika ada) dan dibagian atasnya ditempatkan kotoran sapi. Tinggi kotoran ayam dan sapi maksimum 30 cm .
b). Lapisan berikutnya dari kapur pertanian. yaitu untuk menaikkan PH karena mikroba akan tumbuh baik pada PH yang tinggi (tidak asam).
c). Gunakan serbuk dari sabut kelapa, karena C/N-nya lebih rendah ( +60) dan mengandung KCl, sedangkan kalau menggunakan sabuk gergaji .kadar C/N-nya sangat tinggi (+ 400)
d.       Dan paling atas adalah abu.
1.       Tumpukan seperti pada point 1 di atas, harus diulangi sampai ketinggian sekitar 1,5 meter.
2.       Pada hari pertama (H0), tumpukan bahan disisir, lalu ditaburi dengan stardec  sebanyak 0,25% atau 2,5 kg untuk campuran sebanyak 1 ton.
3.       Tumpukan bahan minimal dengan ketinggian 80 cm.
4.       Biarkan tumpukan selama satu minggu (H+7) tanpa ditutup, namun harus terjaga agar terhindar dari panas dan hujan. Artinya, pada hari ketujuh, campuran bahan harus dibalik, agar diperoleh suplai oksigen dalam proses komposing. Pembalikan ini dilakukan kembali pada hari ke 14, 21 dan 28.
5.       Pada hari ke 7 suhu bahan mulai meningkat sampai dengan hari ke-21. Peningkatan bisa mencapai 60-70 C, dan akan turun kembali pada hari ke 28 atau tergantung bahan yang digunakan. Jika lebih banyak menggunakan bahan dari kotoran ayam, suhu bahan menjadi lebih tinggi dalam waktu lebih lama (bisa mencapai lebih dari 70C dalam waktu lebih dari 28 hari). Jika  hanya memakai bahan dari kotoran ternak sapi, proses meningkatnya suhu akan terjadi selama 21 hari dan akan menurun pada hari ke 28, dengan tingkat suhu 35-40 C.
Perlu dipahami, bahwa meningkat dan menurunnya suhu menandakan proses komposing berjalan sempurna, yang ditandai dengan adanya perubahan warna bahan menjadi hitam kecoklatan.

Suhu yang tinggi selama proses komposing juga berfungsi untuk membunuh biji-biji gulma dan bakteri patogenik. Selain itu, apabila dilakukan uji laboratorium, pupuk organik yang dihasilkan akan memiliki komposisi sebagai berikut :
a.     Kelembaban                                         65%
b.     C/N ratio maksimum                           20
c.     Total Nitrogen (N)                                > 1,81%
d.     P205                                                      > 1,89%
e.     K2O                                                        > 1,96%
f.      CaO                                                        > 2,96%
g.     MgO                                                       > 0,70%
h.     Kapasitas Tukar Kation                      > 75 me/100 g
j.      pH                                                           6,5 – 7,5

Dengan komposisi tersebut, pupuk yang dihasilkan adalah pupuk organik berkualitas tinggi, sehingga sangat baik untuk digunakan bagi semua tanaman, tambak dan kolam ikan.
Agar dalam proses pengolahan kotoran sapi menjadi kompos lebih efektif dan efisien, sebaiknya pengolahannya dilakukan pada sebuah bangunan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Kelompok Tani Amanah yang membangun tempat pengolahan kompas berukuran  2 m x 6 m

Bagi Kelompok Tani Amanah, bangunan yang dibuat dengan cara menyisihkan uang saku para anggota ketika mengikuti Sekolah Lapangan tersebut tersebut sangat bermanfaat, baik ketika melakukan proses pengolahan kompos maupun untuk penyimpanan dalam waktu lama, terutama ketika kesulitan mendapatkan air di saat musim kemarau.

Manfaat Pengolahan Kompos
Ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan petani yang menggunakan kompos untuk pertanaman. Diantaranya adalah :
1.       Hemat biaya dan tenaga
2.       Pupuk organik yang dihasilkan berkualitas tinggi
3.       C/N ratio kurang 20 Bebas dari biji-biji gulma (tanaman liar) dan mikroba pathogen.
4.       Bebas dari patogenik atau yang merugikan jamur-jamur akar serta parasit lainnya
5.       Bebas phytotoxin
6.       Tidak Berbau dan mudah menggunakannya
7.       Tidak membakar tanaman
8.       Dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik
9.       Aman untuk semua jenis tanaman dan lingkungan
10.    Ph normal berkisar 6,5 sampai 7,5 mampu memperbaiki pH tanah.
11.Mampu meningkatkan biodiversitas dan kesehatan tanah
12.    Memperbaiki tekstur tanah, sehingga tanah mudah diolah
13.    Meningkatkan daya tahan tanah terhadap erosi
14.    Mampu meningkatkan produktivitas lahan antara 10-30%, karena biji tanaman lebih bernas dan tidak cepat busuk.
15.    Tanaman akan dijauhi hama penyakit dan jamur
16.     Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK).                        
17.    Meningkatkan kapasitas cengkeram air (water holding capacity).


PENANGANAN LIMBAH PADAT


1.        Penimbunan Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah/limbah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka, .  Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengansampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air.
2.       Sanitary Landfill
Pada metode sanitary landfill, sampah/limbah ditimbun dalam lubang yang dialasi iapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
3.       insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan



KESIMPULAN

        Limbah peternakan bisa bermanfaat jika dikelola dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang.
        Limbah yang tadinya tidak berharga bisa menghasilkan uang.


REFRENSI

        http://ans-olahlimbah.blogspot.com/2013/02/penanganan-limbah-padat.html
        http://koneksi-lambat.blogspot.com/2013/01/penagngan-limbah-cair-dan-padat-pada.html





Tidak ada komentar:

Posting Komentar